Dulu sebelum aku kenal sama " Mas A", aku tidak begitu tertarik untuk membaca. Yaa mungkin karena aku begitu malas untuk melihat kumpulan huruf yang sangat banyak itu. Aku menyadari bahwa membaca itu sebenarnya begitu penting untuk memperkaya wawasan kita pada segala hal. Dengan membaca, pikiran dan daya imajinasi kita akan terasah. Tentu saja imajinasi erat hubungannya dengan otak kanan.
Lalu berbagai macam hal-hal baru yang sebelumnya tidak kita ketahui akan dengan nikmatnya masuk ke wawasan kita.
Sejak lahir, aku selalu memakai Bahasa Jawa untuk berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarku. maklumlah, semua orang di lingkunganku dulu memakai Bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar (namanya juga jawa tulen). Tapi setelah aku memasuki bangku kuliah di salah satu universitas negeri di Yogyakarta (Universitas Gadjah Mada) mau tidak mau aku harus memakai bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan teman-teman mahasiswa lain. Karena lebih dari 50% teman-temanku berasal dari luar Jawa. Awalnya aku agak "kagok" dan sungkan saat memakai bahasa Indonesia. Lidah terasa aneh saat aku mengucapkan kata-kata dalam bahasa Indonesia. Ada sensasi aneh tersendiri lah pokoknya. Lalu muncul perasaan tidak pede (percaya diri) karena omonganku yang belepotan dan susah dimengerti orang. Bisa dibilang aku harus mentranslate (menerjemahkan) kalimat berbahasa Jawa ke kalimat berbahasa Indonesia di dalam otak kiriku. Proses translitrasi ini sangat memakan waktu sepersekian detik (lebay banget sih). Dan pastinya ini sangat tidak efektif.
Kemudian setelah aku mulai mengenal "Mas A", aku mulai menyadari ada satu lagi manfaat dari membaca yang sebelumnya tidak aku perhitungkan sama sekali. GAYA BAHASA. Kita akan menumukan sekumpulan pola-pola kalimat yang boleh dikatakan sudah mengikuti aturan EYD (Ejaan Yang Dialaykan, hahahaha). Bukan cuma EYD, tapi juga kalimat yang secara teknis mudah dimengerti, dan enak didengar oleh orang lain.
"Mas A" mengatakan bahwa dengan membaca, gaya bahasa kita akan menjadi LENTUR. Yang dimaksud lentur disini bukan lentur yang biasa digunakan untuk menjelaskan sifat karet. Tetapi lebih kepada fleksibilitas omongan kita saat berbicara. (apa bedanya, hahaha).
Karena pengaruh dan hasutan dari "Mas A" inilah aku mulai memiliki inisiatif untuk membaca. Aku berfikir, buku apa yang sebaiknya aku baca. Buku materi kulih? gak mungkin. isinya pasti cuma teori-teori membosankan dan rumus-rumus aneh. Lalu setelah terjadi pergolakan hebat di otakku, aku memutuskan untuk membaca novel. (Sebenarnya sih atas masukan "Mas A" juga, hehe).
Beruntungnya diriku, ada bazar di tokok buku Gramedia. Kebanyakan buku yang dijual adalah buku terbitan lama dan buku yang kurang beruntung dalam pemasaran (baca: buku yang kurang laku). Tidak tanggung-tanggung, aku langsung beli empat
buah novel. Satu novel rata-rata dijual dengan harga 20.000 saja.
cerita akan bersambung ke posting selanjutnya.
to be continued,,
0 komentar:
Posting Komentar