Tersenyum

Pohon jambu itu sejak dari tadi terus meneteskan sisa-sisa air hujan yang terjebak di atas daun dan ranting-ranting kecil. Tetesannya jatuh di sebuah kolam yang berada hanya hanya beberapa senti dari pohon dan menimbulkan suara gemericik yang lumayan enak didengar. Ikan – ikan di kolam itu menjadi kalang kabut karena tetesan air ini.
Memang, sejak tadi siang hujan yang sangat lebat mengguyur kota kecil yang terletak di lereng pegunungan ini.

Hawa dingin pegunungan ditamabah hujan yang dengan ganasnya mengguyur memaksa Eva mengenakan switter tebal pemberian almarhum Ibunya. Ia sedang termenung di samping samping jendela kamarnya. Dia sedang memikirkan sesuatu. Dia juga agak sedikti kawatir. Mungkin karena besok adalah hari pertamanya memasuki bangku SMA. 

Semenjak ditinggal pergi Ibunya tiga tahun yang lalu dia menjadi sosok yang sangat pendiam. Sejak saat itu dia tidak pernah berkumpul dengan teman-teman SMP-nya dulu. Dia lebih suka menyendiri. Setiap kali ditanya temannya, hanya ada jawaban singkat yang keluar dari mulutnya. Bahkan cuma anggukan kecil. Ketika jam istirahat datang, dia hanya duduk sendirian di kelas. Bila diajak temannya makan bersama ia selalu menolaknya. “ aku udah bawa bekal dari rumah kok”. Itu yang selalu ia katakan saat temannya membujuk dia ke kantin yang tidak jauh dari kelas mereka.

Eva adalah murid terpandai di kelas. Bahkan ia pernah menyabet peringkat satu sekolah saat ia duduk di kelas 8 semester dua. Tetapi karena ia sangat pendiam dan tidak bisa terbuka kepada orang lain, ia tidak memiliki teman akrab di kelasnya. Teman-temannya lebih memilih menjauhi Eva.

Dalam hatinya, Eva ingin sekali mengubah sikapnya ini. Dia merasa sangat kesepian atas kesendirian yang disebabkan oleh dirinya sendiri. Selama tiga tahun ini, ia jarang sekali tertawa dan tersenyum. Dan Eva berfikir bahwa inilah saatnya untuk mengubah segalanya. Ia ingin memiliki banyak teman. Ia ingin mengakhiri kesendiriannya.